Laman

Sabtu, 04 Mei 2013

Rabu, 01_04_13


Entah mengapa bahasaku menjadi seperti ini, seperti bahasa novel. Mungkin karena aku baru saja membaca sebuah novel yang bisa membuatku rela membacanya hingga pukul satu malam. Dan sial saat aku membacanya, tiba-tiba mataku terasa panas, sehingga setetes air pun jatuh membasahi pipi yang tidak begitu mulus ini. Lalu diikuti oleh tetesan air yang lain. Sungguh novel yang ajaib.
Saat membaca novel itu, pikiranku langsung tertuju padamu, wahai angin. Ya, kau bagai angin. Angin yang menyejukan sekaligus membahayakan. Berbahaya karena, kau wahai angin, kau bisa mencuri hati ini seenaknya, tanpa meminta izin pada pemilik hati itu. Membawanya hilang bersama dirimu yang selalu datang dan pergi tanpa diketahui oleh siapa pun. Kau datang tanpa ku duga. Kau membawa kesejukan, sempurna dengan oksigen. Menyentuh pipi yang kering ini. Berbisik. Tapi itu tak lama. Dengan cepat kau menghilang tanpa pamit. Dan tiba-tiba kau datang kembali, dengan oksigen-oksigen yang membuatku bisa bernafas lagi. Tapi kau mengilang, lagi. Dan begitu seterusnya. Hingga suatu saat kau benar-benar pergi. Entah karena ingin atau memang harus. Pergi meninggalkan seseorang yang butuh akan oksigen-oksegen dan kesejukan yang dibawa olehmu, wahai angin. Karena kau hanya angin. Pribahasa mengatakan, "sia-sia menjaring angin , terasa ada tertangkap tidak" jangan mengharapkan yang bukan-bukan karena akan mengecewakan saja. Sekali lagi, karena kau hanya angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.